Jumat, 27 Mei 2011

Masalah RUUK di daerah istimewa Yogyakarta


1.      Akar masalah RUUK di Daerah Istimewa Yogyakarta
Masalah rancangan undang – undang keistimewaan Yogyakarta sebenarnya bukanlah suatu masalah baru, masalah rancangan undang – undang keistimewaan ini telah ada beberapa tahun yang silam, hanya saja rancangan undang – undang keistimewaan ini belum di sikapi oleh anggota Dewan selaku hal yang terkait, masalah rancangan undang – undang keistimewaan ini seolah membeku untuk beberapa tahun belakangan di karenakan lambannya gerak yang di ambil oleh instansi yang terkait.
Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta bersama masyarakat Yogyakarta berharap Rancangan Undang-undang Keistimewaan (RUUK) Provinsi DIY selesai sebelum masa jabatan Gubernur Sri Sultan Hamengku Buwono X habis pada 8 Oktober 2011.
Hanya saja, sejak terjadi kebuntuan pembahasan RUUK oleh Dewan Perwakilan Rakyat  2004-2009, hingga saat ini belum ada kelanjutan pembahasan Rancangan Undang-undang tersebut. Apalagi RUUK juga belum masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2010.
“Kami mendapat informasi ini dari Kakanwil Depkumham DIY bahwa RUUK DIY belum masuk Prolegnas,” kata Sekretaris Daerah DIY, Tri Harjun Ismaji, saat rapat kerja dengan Komisi A DPRD DIY, Senin (18/1). Tri Harjun menjelaskan ini saat memberi jawaban dari Komisi DPRD DIY yang menanyakan soal perkembangan terakhir RUUK DIY.
Ketidakjelas lainnya, kata Tri Harjun, lantaran adanya informasi dari beberapa pihak yang akan mengajukan ulang pembahasan RUUK DIY. Satu pihak mengatakan bahwa presiden akan melayangkan surat ke DPR agar RUUK dibahas ulang. Di pihak lain, ada keterangan Komisi II DPR ingin pembahasan RUUK DIY sebagai hak inisiatif Dewan.

Asisten Sekretaris Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat DIY Tavip Agus Rayanto menambahkan, sebagian dari Komisi II menginginkan pembahasan tidak mengulang dari awal. “Sebab anggota Komisi II, mayoritasnya berubah, ada kekhawatiran mulai dari nol,” kata Tavip.
Sementara, untuk melanjutkan pembahasan ada plus minusnya. Kalau DPR melanjutkan, maka DPR punya hak mulai dari nol lagi. Namun jika ini insiatif Dewan, kalau pemerintah tidak setuju, ini bisa jadi ranahnya Dewan untuk menetapkan RUUK DIY. “Hanya saja, kalau dimulai dari awal kerja keras sosialisasi dan membahas RUK DIY,” katanya.
Lebih lanjut Tri Hardjun mengatakan, pembahasan RUUK sebetulnya tidak ada masalah. Satu-satunya perdebatan hanya menyangkut mekanisme pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur. “Dari 10 fraksi, sembilan fraksi setuju penetapan, satu fraksi didukung pemerintah ingin pemilihan,” katanya. Sementara untuk soal budaya, tata ruang dan pertanahan maupun anggaran tak ada masalah.
Satu pasal yang menjadi perdebatan, tambah dia, soal keberatan umur Sultan bila menjadi gubernur. “Bagaimana kalau Sultan yang menjadi gubernur masih anak-anak, bagaimana kalau sudah uzur?” kata Tri. “Inilah yang harus dicarikan titik temunya.”
Terkait pengajuan anggaran pemilihan gubernur (Pilgub) bila sampai 2011 tak ada kepastian dari pemerintah soal RUUK DIY, Tavip menyerahkan hal itu kepada keputusan politik. “Hak politik anggaran ada di Dewan,” katanya.
Semula pada 2008 telah ada rencana mengajukan anggaran pilgub, namun Dewan tak setuju dan belakangan ada kebijakan presiden memperpanjang masa jabatan gubernur dan wakil gubernur selama tiga tahun.
Dengan selesainya RUUK DIY sebelum jabatan gubernur berakhir, maka polemik yang berkepanjangan juga akan berakhir.
Ketua Dewan DIY Yoeke Agung Indra Laksana pada kesempatan itu juga menanyakan kemanfaatan RUUK DIY bagi rakyat dan pemerintah DIY ke depan. “Ini selain soal penetapan kepala daerah,” katanya.
2.      Aktor – aktor yang terlibat dalam RUUK DIY
RUU Keistimewaan DIY memang benar-benar istimewa. Proses penyusunannya penuh dinamika. Diperlukan waktu sangat lama dan selalu diwarnai pro kontra. Tetapi itulah dinamikanya. Sejak tahun 2000-an sampai awal tahun 2008 terdapat berbagai macam versi RUUK. Ada versi Pemda DIY, versi DPD RI, dan versi Depdagri. Setelah melalui proses perjuangan panjang dan melelahkan, alhamdulillah, draft RUUK Depdagri sudah diserahkan ke DPR RI pada tanggal 15 Agustus 2008 yang lalu. Insya Allah, Kamis 4 September besok DPR RI akan mengkonsultasikan draft tersebut kepada Pemerintah.Draft RUUK Depdagri yang kini berada di DPR RI sesungguhnya bisa disebut sebagai draft RUUK DIY milik rakyat Ngayogyakarta. Mengapa? Karena proses penyusunannya melalui tahapan yang sangat panjang dan komprehensif. Draft tersebut disusun dari akumulasi data aspirasi masyarakat yang terkumpul dalam waktu sangat lama. Juga melibatkan keterangan dan kehadiran berbagai aktor strategis, mulai dari tokoh masyarakat, tokoh agama, budayawan, politisi, aktivis LSM, akademisi, dan tentu saja tokoh-tokoh dari Pura Pakualaman dan Keraton Yogyakarta.
3.      Solusi agar RUUK DIY cepat terselesaikan
Solusi Rancangan undang – undang keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta ini sebenarnya bisa terselesaikan tepat waktu jika saja aktor yang terkait bersungguh – sungguh untuk menyelesaikan apa yang sudah menjadi tugas mereka, jika saja mereka sadar akan apa yang telah menjadi kewajiban mereka dan merendahkan egonya masing – masing, masalah rancangan undang – undang keistimewaan ini tidak lagi kita temukan, dan jika saja masalahnya sudah menjadi rumit seperti apa yang terjadi sekarang ini mungkin, refrandum bisa menjadi solusi, dimana keputusan di kembalikan ke rakyat daerah istimewa Yogyakarta untuk menentukan sikap mereka.
Sementara itu Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan, konsep wali negari sebagai pengganti pararadya adalah jalan tengah terbaik bagi semua pihak yang terlibat dalam polemik keistimewaan DIY.
''Kami mengusulkan pergantian pararadya dengan wali negari agar tidak ada pihak yang kehilangan muka. Konsep itu merupakan jalan tengah untuk mengatasi kebuntuan pembahasan keistimewaan DIY,'' katanya di Yogyakarta, Rabu (26/8).
Menurut dia, jika akhirnya nanti di DIY ada pemilihan atau penetapan gubernur, hal itu tergantung kesepakatan antara pemerintah dan panitia kerja DPR RI. Pilihan antara penetapan atau pemilihan Gubernur DIY diserahkan sepenuhnya kepada kesepakatan antara pemerintah dan DPR RI.
Meskipun konsep wali negari adalah jalan kompromi terbaik, belum dapat dipastikan pemerintah dan DPR RI akan menerima usulan tersebut.
''Saya tidak bisa mengatakan optimistis atau tidak. Namun, saya kira wali negari adalah jalan ke luar yang cukup baik,'' katanya.
Ia mengatakan, wali negari adalah adopsi dari konsep yang sama yang berlaku di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Dalam tata pemerintahan keraton, menurut dia, wali negari berfungsi sebagai struktur yang menjalankan pemerintahan keraton jika Sultan yang terpilih belum dewasa dan belum memenuhi subjek hukum. Selanjutnya, konsep itu diadopsi dalam kerangka keistimewaan DIY.
Menurut dia, sebagian besar fraksi DPR RI menginginkan penetapan kepala daerah DIY, sedangkan pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri (Mendagri) menginginkan adanya pemilhan.
''Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) DIY kadang terhambat ketidakhadiran unsur pemerintah dalam setiap pembahasan,'' katanya.
Ia mengatakan, jika DPR RI maupun pemerintah rajin hadir dalam pembahasan keistimewaan DIY, persoalan itu akan cepat selesai.
''Namu n demikian, saya optimistis pembahasan RUUK akan selesai sebelum masa jabatan anggota DPR RI periode 2004-2009 berakhir pada 30 September 2009,'' kata Sultan yang juga Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar